Sebuah sistem lazimnya merupakan satu unity yang harmonis, bergerak memenuhi fungsi dan tugas masing-masing untuk satu tujuan. Alam semesta, expanding universe
merupakan satu kesatuan ciptaan Allah, tunduk taat kepada-Nya,
terdiri dari beragam makhluk dari yang besar hingga makhluk super mikro yang bergerak selaras untuk satu misi tertentu. Jika sistem kehilangan harmoni, akan terjadi benturan satu dengan yang lain dan akhirnya rusak. Jika alam semesta kehilangan keselarasannya, kiamat.
terdiri dari beragam makhluk dari yang besar hingga makhluk super mikro yang bergerak selaras untuk satu misi tertentu. Jika sistem kehilangan harmoni, akan terjadi benturan satu dengan yang lain dan akhirnya rusak. Jika alam semesta kehilangan keselarasannya, kiamat.
Sekularisasi Kehidupan
Sistem barat berdiri di atas sekularisme. Prinsipnya, meminggirkan
dan mengisolasi peran agama dari kehidupan. Agama ditolerir hanya pada
hubungan pribadi seseorang dengan tuhannya. Adapun hubungan dan kontrak
sosial sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan alam tempat
hidupnya, maka harus bersih dari campur tangan agama.
Bagaimana panjang dan berdarah-darahnya barat ‘berjuang untuk lepas
dari belenggu agama’, sudah sering dibahas. Akhirnya masyarakat barat
memang berhasil mengisolir peran agama dalam sistem kehidupan mereka.
Kebanyakan orang barat menjadi manusia agnostik (tidak peduli dengan agama, kehidupan sesudah mati dan hal-hal yang bersifat metaphisik), atau menjadi manusia atheis (anti tuhan dan agama). Sisanya, orang-orang yang beragama (hanya) dalam kehidupan pribadinya.
Dengan karakter kehidupan seperti itu, manusia barat membangun sistem kehidupan modern-nya sekarang ini. Penghormatan terhadap freedom (kebebasan)
dalam segala hal merupakan dasar kehidupan ; bebas untuk beragama,
memilih agama atau tidak beragama, bebas untuk memilih cara hidup tanpa
ikatan apapun, bebas berbicara dan mengutarakan pendapat tanpa ada yang
menghalangi, bebas ber-ekspresi seni tanpa pembatasan dan sensor.
Dalam kehidupan ekonomi, bebas untuk menguasai sumber-sumber ekonomi
dan mengembangkan modal yang dimiliki tanpa batasan apapun, dalam
kehidupan politik setiap individu berhak dan memiliki kesempatan untuk
ikut andil dalam pemerintahan melalui mekanisme yang telah ditentukan
untuk memilih dan dipilih. Pada prestasi puncak sebagai sebuah sistem
kehidupan, semua kebebasan itu mendapatkan pengakuan dan perlindungan
dalam regulasi pemerintahan yang mereka bangun.
Kontradiksi intrinsik
Sayangnya, prinsip dan nilai yang berhasil dibangun barat hingga
menjadi sebuah sistem peradaban, bahkan kemudian peradaban itu mereka
sebarkan dengan bangga dan didukung kekuatan, terkandung di dalamnya
berbagai kontradiksi dan disharmoni yang sulit dipertemukan.
Contoh terbaru adalah pemuatan karikatur Nabi Muhammad shallalLahu ‘alayhi wa sallam oleh charlie hebdo. Charlie Hebdo adalah majalah satire,
isinya tentu saja humor, sindiran, pelecehan, kecaman dan atau
penghinaan. Obyek yang ‘digarap’ mulai dari artis, politikus, tokoh
publik, tokoh agama, nabi bahkan tuhan. Gambar-bambar karikatur (yang
bernuansa penghinaan, setidaknya pelecehan) itu, oleh pembuatnya diklaim
sebagai ekspresi seni. Dalam sistem sekuler barat, ekspresi seni
termasuk kebebasan individu yang tidak boleh dibatasi dan diganggu, dan
kebebasan itu dilindungi oleh undang-undang.
Para aktor di balik majalah itu tidak akan lepas dari 3 kemungkinan ;
orang beragama yang sudah tersekulerkan sehingga tidak tersisa
kecemburuan kepada kesucian agama dan penghormatan kepada tokoh-tokoh
agama bahkan tuhan, atau seorang agnostik yang tidak meyakini dan tidak memeluk suatu agama tertentu, atau seorang atheis yang memang membenci tuhan dan agama.
Mungkin juga masalahnya lebih kompleks, para pelaku terdorong
melakukan pelecehan terhadap kesucian simbol-simbol agama dan terus
ingin melakukannya, karena komoditas sensasional seperti itu cenderung
menarik publik, merangsang keingintahuan dan akhirnya menaikkan oplah majalah,
kenaikan cetak identik dengan makin tebalnya dompet. Atau, bisa juga
karena ada orang yang berkepentingan untuk menyulut kebencian dengan
kekuaatan uangnya, agar umat Islam marah sehingga tensi permusuhan umat
tinggi, lalu mereka mengeksploitasi kemarahan tersebut untuk agendanya
sendiri.
Benturan Sistem Nilai dua Peradaban
Barat bisa saja membatasi dengan membuat regulasi bahwa tepian
kebebasan ber-ekspresi itu adalah sikap empati dan menenggang
perkara-perkara yang oleh pihak lain dihormati dan dianggap suci.
Alih-alih menenggang, mereka justru berargumentasi bahwa Muhammad
(RasululLah shallalLahu ‘alayhi wa sallam) tidak suci bagi
mereka. Jika etika bertetangga seperti ini, tentu saja sulit untuk
membangun hubungan ketetanggaan yang harmonis. Mereka mengolok-olok
simbol-simbol kesucian umat Islam, sementara jika umat Islam marah
mereka tambahi olok-olokannya bahwa umat Islam pemarah.
Sebenarnya, tidak terlalu tepat jika dibayangkan bahwa barat hari ini
dianggap representasi dari pemeluk setia agama Nasrani (Katholik atau
Protestan) yang sedang memprovokasi perang salib. Ada perbedaan jauh
antara Nasrani yang melancarkan perang salib pada abad pertengahan,
dengan permusuhan barat saat ini terhadap Islam.
Nasrani klasik mengobarkan perang salib karena sentimen dan fanatisme
agama yang berlebihan, sedang barat hari ini (jika dianggap
representasi Nasrani) adalah Nasrani yang telah sekuler. Mereka
menjadikan simbol suci umat Islam sebagai bahan guyonan dan pelecehan
lebih disebabkan kekhawatiran jika Islam semakin kuat, tersebar dan
mendominasi barat, sistem kehidupan sekuler mereka yang melepas bebas
hawa nafsu tanpa batas dan kendali itu, ‘sekali lagi’ diganggu oleh
agama samawi (yakni Islam), setelah sebelumnya dibelenggu oleh tirani
gereja dan tokoh-tokoh agama yang sok mewakili tuhan tetapi jumud.
Ketika barat, mentolerir kebebasan sampai batas ‘tanpa batas’,
kemudian kebebasan itu digunakan oleh anggota masyarakatnya untuk
menjadikan simbol-simbol kesucian pihak lain sebagai bahan olok-olok,
guyonan, pelecehan bahkan penghinaan, efeknya terjadi benturan yang
tidak dapat dihindarkan.
Tengok saja, korban penyerangan kantor redaksi charlie hebdo 12
orang, jumlah umat Islam yang meninggal terbunuh dalam serangkaian
protes di berbagai negara muslim akibat bentrokan dengan aparat
pemerintahannya sendiri, secara total lebih besar dari jumlah yang
terbunuh di kantor charlie hebdo.
Benturan peradaban itu menjadi niscaya dan tidak terhindarkan karena
kejahatan tersebut tidak dianggap perbuatan kriminal yang meniscayakan
tindakan hukum. Sebaliknya dalam Islam pelecehan dan penghinaan kepada
Nabi merupakan crime besar yang mewajibkan hukum bunuh laa yustatab (tanpa penawaran untuk bertaubat sebelum tindakan eksekusi).
Imam Ar-Rajihiy dalam Syarh Kitab as-Sunnah li al-Barbahariy menjelaskan bahwa orang
yang berbuat seperti itu dibunuh dan tidak diterima taubatnya di dunia,
meskipun dia bilang bahwa dia bertaubat. Karena kekafiran seperti itu
termasuk kategori kekafiran berat, dan eksekusi terhadapnya mengandung
peringatan bagi yang lainnya yakni agar manusia tidak lancang dan berani
main-main dengan kekafiran berat tersebut. Di akherat diterima
taubatnya antara dia dengan Allah (jika benar-benar taubat nasuha)… (Syarh Kitab as-Sunnah li al-Barbahariy, maktabah syamilah).
Dalam Islam awa muhditsan (orang
yang melindungi pelaku kejahatan), adalah bentuk perbuatan kriminal
yang dikenai sanksi, sementara sistem hukum barat justru menempatkan
para pelaku kriminal penghinaan Nabi tersebut dalam perlindungan UU dan
di-semati julukan sebagai pahlawan kebebasan. Menilik kekeraskepalaan
barat tersebut, tampaknya benturan nilai-nilai peradaban seperti ini
belum akan menampakkan tanda-tanda berakhir dalam waktu dekat. WalLohu a’lam